Search

Rupiah Bahaya! BI Pangkas Bunga Acuan, Tapi The Fed Tidak - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi di kisaran 5,5%. Langkah yang diambil BI tersebut menurut pelaku pasar diharapkan bisa mempompa ekonomi Indonesia.

Dalam riset terbaru PT Trimegah Sekuritas menuliskan bahwa kebijakan moneter saat ini cukup untuk mengakomodir kondisi ekonomi Indonesia yang sedang lesu.

Dalam pidatonya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa BI akan menjaga bauran kebijakan yang akomodatif seiring dengan ekspektasi inflasi yang rendah dan meyakini bahwa imbal hasil aset keuangan di tanah air akan menjadi lebih menarik dibandingkan negara berkembang lainnya.

"[...] Kami yakin imbal hasil aset domestik akan lebih menarik dibandingkan sejumlah negara emerging market lain," kata Perry.


Merespons pernyataan Perry tersebut, Trimegah menilai ada indikasi penurunan suku bunga kredit. "Kami menafsirkan pernyataan ini sebagai indikasi bahwa suku bunga saat ini cukup untuk kondisi ekonomi saat ini, sementara sikap pelonggaran (kebijakan moneter) di seluruh dunia dapat lebih lanjut membuka ruang untuk penurunan suku bunga," dilansir dari laporan Trimegah Sekuritas.

Lebih lanjut riset tersebut juga menekankan bahwa Gubernur BI menyatakan industri perbankan di Indonesia sebaiknya tidak bergantung pada dana pihak ketiga tapi dapat memaksimalkan wholesale funding, yakni pendanaan dari penerbitan obligasi dan atau surat utang.

Sementara itu, riset Trimegah Sekuritas juga menekankan bahwa pasar obligasi sudah memperhitungkan penurunan BI7DRR sebesar 50 bps, yang menyebabkan kenaikan harga obligasi lebih terbatas.

Menurut Tim Riset CNBC Indonesia, terdapat kekhawatiran terkait nilai tukar apabila arah suku bunga global berubah. Apalagi jika Bank Sentral AS atau The Federal Reserves (The Fed) tidak menurunkan suku bunga acuan.

Seperti diketahui, pelaku pasar dunia masih grogi menantikan arah kebijakan moneter Bank Sentral AS (The Federal Reserves/The Fed) yang saat ini terbelah menjadi dua kubu, yaitu mempertahankan tingkat suku bunga acuan AS atau pemangkasan.

Jika ternyata sinyal yang diterima pasar adalah mempertahankan federal funds rate, maka dollar AS akan memiliki pelumas, dan investor akan kembali berburu instrument keuangan berbasis safe haven tersebut.

Di lain pihak, pemotongan BI7DRR sejatinya diharapkan dapat mendongkrak penyaluran kredit dan memberikan ruang yang lebih bagi industri perbankan Indonesia untuk membukukan marjin bunga bersih yang lebih tinggi (Net Interest Margin/NIM).

Jadi, pada dasarnya, industri perbankan seharusnya diuntungkan dari pemangkasan suku bunga acuan tersebut.

Akan tetapi, Kresna Sekuritas dalam laporan risetnya memberikan rekomendasi netral karena rasio pinjaman terhadap deposito (loan to deposit ratio/LDR) dan aset bank meningkat lebih dikarenakan musiman, bukan performa fundamental.

Selain itu, marjin bunga bersih diperkirakan masih akan tumbuh stagnan cenderung terkoreksi dikarenakan ketidakmampuan bank di Indonesia untuk membayar kembali pinjaman.

Lebih lanjut, pemotongan BI7DRR memang dapat menekan biaya pendanaan (cost of fund/CoF), akan tetapi tidak serta merta membuat perbankan menaikkan suku bunga depositonya.

"Pemotongan terakhir dalam suku bunga acuan BI dapat memberikan ruang untuk CoF yang lebih rendah. Namun, rendahnya volume deposito (DPK) dan ketatnya kompetisi, kami ragu bank akan menaikkan kembali tingkat suku bunga simpanan," dilansir dari laporan Kresna Sekuritas.

TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/hps)

Let's block ads! (Why?)


https://www.cnbcindonesia.com/market/20190823145448-17-94213/rupiah-bahaya-bi-pangkas-bunga-acuan-tapi-the-fed-tidak

2019-08-23 08:29:46Z
52781764888871

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Rupiah Bahaya! BI Pangkas Bunga Acuan, Tapi The Fed Tidak - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.