Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia berencana untuk menghapus kebijakan kewajiban pemenuhan untuk pasar domestik alias Domestic Market Obligation (DMO). Lantas, bagaimana dampak dari kebijakan tersebut pada sektor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO)?
Pada Jumat (22/7), Kementerian Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sedang merencanakan untuk menghapus kebijakan DMO minyak kelapa sawit untuk mempercepat kegiatan ekspor, agar persediaan CPO dalam negeri tidak membengkak.
Seperti yang diketahui, per Juli persediaan CPO dalam negeri sudah menyentuh 7,1 juta ton. Padahal, jika mengacu pada data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada 2021, Indonesia memproduksi CPO per tahun sebanyak 46,8 juta ton, maka jika dihitung rata-rata per bulannya, setidaknya ada sekitar 3,3 juta ton CPO.
Jumlah persediaan CPO dalam negeri telah mencapai dua kali lipat dari total produksi CPO per bulannya. Sehingga, pemerintah Indonesia kini sedang menimbang untuk menghapus DMO.
Jika kebijakan tersebut terealisasi, tentunya akan berdampak pada peningkatan volume ekspor CPO dalam negeri. Ditambah, kini pemerintah Indonesia juga menghapus pungutan pajak ekspor CPO dan produk turunannya berdasarkan aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 tahun 2022 yang dimulai pada 15 Juli hingga 31 Agustus 2022.
Dampak positifnya, harga CPO Indonesia menjadi kian menarik dimata pembeli asing dibanding dengan CPO Malaysia, sehingga diharapkan permintaan akan CPO Indonesia meningkat.
Senada, Analis Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi menilai bahwa penghapusan DMO merupakan kebijakan yang positif bagi CPO Indonesia.
Hanya saja, ujarnya, jika tidak segera terealisasi dalam 2 pekan ke depan justru akan menambah tekanan bagi harga CPO.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung juga mengatakan bahwa penghapusan DMO akan memperlancar eskpor minyak sawit yang dibutuhkan untuk mengurangi stok CPO di dalam negeri.
Namun, dari sisi permintaan berpotensi turun. Pasalnya, China yang merupakan konsumen utama CPO dunia memberlakukan kebijakan zero Covid untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Tidak hanya itu, China juga mengalami kontraksi pada ekonominya, bahkan pertumbuhan ekonomi dikuartal II-2022 berada di 0,4% yang jauh dari kuartal sebelumnya di 4,8%.
Sehingga, pemintaan terhadap komoditas CPO menurun.
Maka dari itu, adanya supply CPO yang cukup banyak di pasar nabati dunia, tidak sebanding dengan demand.
Ditambah, jika Indonesia merealisasikan kebijakan untuk menghentikan DMO, maka dampaknya akan menekan harga CPO dunia. Sehingga, di kemudian hari harga CPO bisa turun.
Melansir Refinitiv, pada pukul 14:00 WIB, harga CPO turun 0,65% menjadi MYR 3.680/ton. Secara teknis, Analis komoditas Reuters, Wang Tao menilai harga CPO hari ini akan diperdagangkan lebih rendah hingga menyentuh level terendah sejak 14 Juli 2022 ke MYR 3.489/ton.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Duh! Udah 2 Hari Harga CPO Lesu Nih... Gimana Tren ke Depan?
(aaf)
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMicWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIyMDcyNTE0MTgzMS0xNy0zNTgzMjAvZG1vLXVudHVrLWNwby1kaWNhYnV0LXJpLWtldGliYW4tZHVyaWFuLXJ1bnR1aC1sYWdp0gEA?oc=5
2022-07-25 08:35:44Z
1504001478
Bagikan Berita Ini
0 Response to "DMO Untuk CPO Dicabut, RI Ketiban Durian Runtuh Lagi? - CNBC Indonesia"
Post a Comment