Jakarta, CNBC Indonesia- Mata uang Indonesia kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS). Di sepanjang pekan ini, rupiah terkoreksi 0,17% ke Rp 15.015/US$. Lantas, siapa saja yang diuntungkan?
Kini, rupiah diperdagangkan di atas level Rp 15.000/US$. Pelemahan Mata Uang Garuda terjadi setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuannya secara agresif. Di sepanjang tahun ini, The Fed telah dua kali menaikkan suku bunga acuannya dengan total 75 basis poin (bps) hingga Juni.
Pada 26-27 Juli waktu setempat, The Fed dijadwalkan akan menggelar pertemuan untuk mendiskusikan kebijakan moneternya. Pasar memprediksikan bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya 75-100 bps untuk meredam inflasi yang melonjak 9,1% di Juni.
Berbeda dengan The Fed, Bank Indonesia (BI) justru memilih menjadi 'merpati' untuk mempertahankan suku bunga acuannya di 3,5%. BI menilai angka inflasi Indonesia yang berada di 4,35% masih relatif lebih rendah ketimbang negara-negara lain di dunia. Selain itu, inflasi inti yang berada di 2,63%, dinilai masih berada dalam target kisaran BI di 2%-4%.
Sehingga, urgernsi BI untuk menaikkan suku bunga acuannya dinilai belum diperlukan. Sementara beberapa analis memprediksikan BI akan mulai menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan di Agustus dan September.
Akibatnya, rupiah pun tertekan di hadapan dolar AS. Secara year to date, rupiah bahkan telah terkoreksi 5,2% dan 2,1% nya berasal dari kinerjanya pada Juni. Setelah BI mengumumkan kebijakan moneter, rupiah pun langsung melemah ke Rp 15.030/US$, tapi berhasil memangkas koreksinya hingga berakhir ke Rp 15.015/US$ pada Jumat (22/7).
Melemahnya rupiah tidak selamanya berdampak negatif. Seperti ungkapan peribahasa 'ada siang ada malam', jika ada yang rugikan sudah pasti ada yang menangguk keuntungan.
Lalu, siapa saja yang diuntungkan dari pelemahan rupiah ini?
Terkoreksinya rupiah membuat harga produk Indonesia lebih kompetitif di luar negeri sehingga industri dalam negeri memiliki kesempatan mendongkrak ekspor. Tapi ingat, tidak semua hal berkaitan ekspor diuntungkan, hanya eksportir yang masih mengandalkan bahan baku dari dalam negeri.
Sektor yang diuntungkan mulai dari hasil laut, produk pertanian dan perkebunan, dan komoditas ekspor utama Indonesia yaitu bahan bakar mineral.
Jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia berhasil membukukan surplus senilai US$ 5,09 miliar, ditopang oleh nilai ekspor yang meningkat sebanyak 40,68% dibandingkan tahun lalu dan 21,3% secara bulanan. Meskipun, nilai impor juga naik 21,98% secara tahunan dan 12,87% secara bulanan. Namun, nilai impor relatif lebih rendah sehingga Indonesia berhasil membukukan surplus.
Ekspor Non-migas (minyak dan gas) berkontribusi sebanyak US$17,31 miliar pada nilai ekspor, sementara ekspor migas hanya senilai US$ 1,24 miliar.
Ekspor Non-migas meliputi ekspor bahan bakar mineral yang termasuk batubara, minyak bumi dan gas alam berkontribusi pada ekspor Indonesia senilai US$ 5,11 miliar atau setara Rp 76,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.015/US$). Sedangkan, ekspor lemak dan minyak senilai US$ 3,38 miliar atau setara Rp 50 triliun dan komoditas besi dan baja berkontribusi US$ 2,24 miliar atau setara Rp 33,5 triliun.
Tidak hanya itu, ekspor kendaraan dan bagiannya, memberikan sumbangan senilai US$ 0,97 miliar atau Rp 14,5 triliun.
Maka dari itu, pelemahan rupiah pada Juli, tentunya akan memberikan keuntungan yang lebih besar lagi pada nilai ekspor. Sehingga, diharapkan dapat berdampak positif terhadap neraca perdagangan di bulan depan.
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMic2h0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIyMDcyMzE0MDA1MS0xNy0zNTc5NTIvaW5pLWRpYS1tZXJla2EteWFuZy1kaXVudHVuZ2thbi1kYXJpLXBlbGVtYWhhbi1ydXBpYWjSAQA?oc=5
2022-07-23 09:15:00Z
1507279130
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ini Dia Mereka yang Diuntungkan dari Pelemahan Rupiah - CNBC Indonesia"
Post a Comment