Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, adanya 5 hal yang mencirikan gejolak perekonomian tahun ini maupun tahun depan. Gejolak ini akan membuat kondisi ekonomi global masih dalam kondisi pemburukan.
Ciri pertama kata dia adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan bahkan ada risiko sejumlah negara resesi. Ekonomi dunia diperkirakannya tahun tahun ini tumbuh 3 persen dan akan turun menjadi 2,6 persen pada 2023
"Bahkan juga ada risiko-risiko menjadi 2 persen terutama di AS dan di Eropa. Resesi di AS dan di Eropa. Resesi di as probabilitasnya mendekati 60% apalagi di Eropa, bahkan kondisi winter tahun ini belum yang terburuk, tahun depan yang terburuk karena ini berkaitan dengan geopolitik, fragmentasi politik ekonomi dan investasi, slowing growth pertumbuhan yang melambat," ucap Perry.
Hal yang kedua adalah inflasi yang tinggi. Tahun ini inflasi dunia menurutnya akan menyentuh 9,2 persen. Di Amerika Serikat sudah mendekati 8,8 persen, Eropa 10 persen dan di Inggris sudah mendekati 11 persen.
"Dari mana inflasinya, tentu saja harga energi dan tidak adanya pasokan energi akibat perang maupun kondisi geopolitik. Inflasi energi, inflasi pangan yang langsung kemudian berhubungan dengan kesejahteraan rakyat, ini adalah yang kedua, high inflation," tutur Perry.
Yang ketiga adalah hal yang disebutnya higher interest for longer. Artinya akan terjadi kondisi suku bunga yang tinggi dan akan berlangsung lama. Di AS kenaikan Fed Fund Rate sudah naik 75 bps bulan ini menjadi 4 persen.
"Kemungkinan Desember akan naik lagi jadi 50 bps sehingga 4,5 persen. Kami perkirakan akan naik lagi menjadi 5 persen dan puncaknya kuartal I dan kuartal II dan tidak akan segera turun, dan inilah higher for longer," kata Perry.
Karena inflasinya dari sisi pasokan, yaitu kendala di rantai pasokan energi dan pangan, menurut dia belum tentu inflasinya akan segera turun. Sehingga antara kenaikan suku bunga dan inflasi tinggi akan terus kejar-kejaran. Maka, dia menyatakan akan terjadi stagflasi, bahkan ke arah reflasi.
"Ini yang kenapa disebut risiko stagflasi, pertumbuhan yang stagnan menurun bahkan sekarang ada risiko reflasi, yaitu risiko resesi dan tingginya inflasi ini yang ketiga," ucap Perry.
Adapun kondisi keempat adalah terus menguatnya mata uang dolar atau strong dolar. Beberapa hari terakhir indeks dolar terhadap mata uang utama atau dxy kata dia pernah mencapai 114. Secara tahun berjalan itu telah menguat hampir 25 persen.
"Semua negara mengalami tekanan pelemahan karena strong dolar, dolar yang menguat karena Fed Fund Rate yang naik, yield us treasury yang juga naik," ucap Perry.
Kondisi kelima adalah terjadinya fenomena cash is the king. Ini karena risiko investasi di portfolio sangat tinggi sehingga persepsi di investor saat ini adalah lebih baik menarik dana investasinya dari negara emerging market ke negara maju.
"Supaya bisa main aman saja tumpuk aja di alat-alat liquid yang disebut cash sama near cash. Cash is the king ini yang terjadi di hampir seluruh negara termasuk emerging marker dan termasuk di seluruh dunia ini kenapa aliran modal asing ke luar," ucap Perry.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Terungkap! Resesi Bakal Menjauh Selama Orang RI Bisa Makan
(mij/mij)
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMibWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIyMTEyMTExNTI1OS0xNy0zODk4MTMvZ2F3YXQtYWRhLWFuY2FtYW4tYmFydS1kaS1kdW5pYS1iZXJuYW1hLXJlZmxhc2nSAQA?oc=5
2022-11-21 05:02:23Z
1664743839
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gawat! Ada Ancaman Baru di Dunia Bernama Reflasi - CNBC Indonesia"
Post a Comment