
Pada Selasa (6/8/2019), Bank Sentral China (PBoC) mematok kurs tengah yuan di CNY 6,9225/US$. Namun yuan diperdagangkan di CNY 7,0514/US$ di pasar spot pada pukul 13:24 WIB.
AS menuding China sebagai manipulator kurs. Kementerian Keuangan AS akan melaporkan kelakuan China ke Dana Moneter Internasional (IMF).
"Saya pikir ini jelas balasan," ujar Claudio Piron, Analis Bank of America Merrill Lynch Global Research, sebagaimana dikutip dari CNBC International. China membalas karena AS berencana mengenakan bea masuk 10% untuk impor produk China senilai US$ 300 miliar, berlaku 1 September.
Depresiasi nilai tukar secara sengaja hanya bisa dilakukan oleh bank sentral. Jika bank sentral lainnya dengan sengaja membuat nilai tukarnya melemah untuk mendapat keunggulan kompetitif, maka akan terjadi perang mata uang secara global.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya berkali-kali menggerutu akibat kuatnya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama lainnya, yang membuat AS kalah dalam perdagangan internasional dan mencatat defisit neraca dagang yang raksasa. Data terbaru dari Departemen Perdagangan AS menunjukkan defisit neraca dagang sebesar US$ 55,2 miliar pada Juni.
Trump bahkan 'mencolek' Bank Sentral AS, The Federal Reserve/The Fed. Mungkin ini merupakan kode keras agar The Fed turun gelanggang untuk meredam penguatan greenback.
"China menjatuhkan nilai mata uangnya ke titik nyaris terlemah sepanjang sejarah. Ini disebut manipulasi kurs. Apakah Anda mendengar ini, Federal Reserve? Pelanggaran besar ini justru akan melemahkan China," cuit Presiden AS Donald Trump, seperti biasa, di Twitter.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
(pap/pap)
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190805164637-17-89955/setelah-yuan-siapa-lagi-calon-peserta-perang-mata-uang
2019-08-06 06:43:52Z
52781741721307
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Setelah Yuan, Siapa Lagi Calon 'Peserta' Perang Mata Uang? - CNBC Indonesia"
Post a Comment