Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal nasional kompak menguat dan semarak pada perdagangan Selasa (17/11/2020), menyusul kabar positif hasil uji coba vaksin Moderna. Hari ini, eforia berpeluang agak terganggu oleh buruknya data penjualan ritel Amerika Serikat (AS).
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau dengan naik 0,64% 35,1 poin ke 5.529,940. Data perdagangan mencatat 252 saham mengalami apresiasi, 187 saham terkoreksi dan 178 saham stagnan.
Nilai transaksi yang tercatat hingga berakhirnya perdagangan mencapai Rp 14,38 triliun. Investor asing masuk ke pasar saham Indonesia dengan nilai beli bersih (net buy) sebesar Rp 680,76 miliar.
Reli tersebut mengikuti tren kawasan di mana mayoritas bursa Asia menguat, seperti misalnya Strait Times Singapura yang melonjak 1,1%, Hang Seng Hongkong yang tumbuh 0,13% dan Nikkei Jepang yang menguat 0,42%.
Pemicu aksi beli kemarin adalah rilis Moderna mengenai hasil uji coba vaksin tahap ketiga yang menunjukkan bahwa produk anti Covid-19 besutannya memiliki tingkat efikasi, atau persentase sukarelawan penerima vaksin yang sukses membentuk antibodi, mencapai 94,5%.
Kesuksesan tersebut mengamplifikasi optimisme pekan lalu ketika perusahaan farmasi AS Pfizer dan perusahaan Jerman BioNTech mengumumkan tingkat efikasi vaksin mereka mencapai lebih dari 90%.
Pergerakan positif juga terjadi di pasar uang, meski belum cukup untuk membawa rupiah melewati level psikologis 14.000. Di pasar spot rupiah tercatat menguat 0,5% ke Rp 14.030 per dolar AS pada sesi penutupan.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di level Rp 14.000/US$ alias melesat 0,71% di pasar spot. Sayangnya, level "keramat" alias level psikologis tersebut gagal dipertahankan karena setelah itu rupiah surut ke Rp 14.065/US$. Namun, capaian kemarin cukup untuk membawa rupiah menjadi mata uang berkinerja terbaik di Asia.
Sementara itu, harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kompak ditutup menguat. Seluruh tenor SBN ramai dikoleksi oleh investor, ditandai dengan imbal hasil (yield) yang kompak mengalami penurunan.
Yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan harga obligasi negara turun 7 basis poin ke level 6,207%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang naik. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMidGh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIwMTExODA1MTkzNS0xNy0yMDI1OTYvZGVhci1pbnZlc3Rvci1qYWRpLXBlcmx1a2FoLWFrc2ktYW1iaWwtdW50dW5nLWhhcmktaW5p0gEA?oc=5
2020-11-17 23:15:31Z
52782481416748
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dear Investor, Jadi Perlukah Aksi Ambil Untung Hari Ini? - CNBC Indonesia"
Post a Comment