Search

ANALISIS Ada Piutang Pertamina di Balik Harapan BBM Turun Harga Ekonomi • 1 jam yang lalu - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat mendengungkan harapan penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di balik anjloknya harga minyak mentah dunia. Wajar saja, tren harga minyak dunia terus turun di tengah pandemi virus corona.

Pada perdagangan awal pekan ini, harga minyak mentah berjangka AS acuan WTI untuk pengiriman Mei minus US$37,63 per barel, sedangkan harga minyak mentah Brent turun 9 persen menjadi US$25,57 per barel.

Sejak awal tahun, harga minyak WTI sudah anjlok 83,60 persen dari posisinya US$61,06 per barel menjadi hanya US$10,01 pada perdagangan Selasa (21/4) kemarin. Sementara, harga minyak Brent merosot 70,71 persen dari US$66 per barel.


Meski harga minyak mentah itu lunglai, perusahaan minyak dan gas BUMN PT Pertamina (Persero) belum juga melakukan penyesuaian harga BBM yang dijual ke masyarakat. Pertamina, terakhir kalinya menurunkan harga BBM nonsubsidi pada awal tahun. Di pasar, harga BBM nonsubsidi Pertamina jenis Pertamax Turbo dibanderol Rp9.850 per liter, Pertamax Rp9.000, dan Pertalite Rp7.650. Untuk Pertamina Dex dipatok Rp10.200 dan Rp9.500 untuk Dexlite.

Memang, Pengamat Energi dari Energy Watch Indonesia Mamit Setiawan menilai BUMN migas tersebut masih terkendala untuk menurunkan harga BBM. Alasannya, pertama, Pertamina selaku BUMN mengemban tugas pemerintah. Seperti, BBM satu harga.

Tugasnya ikut bertambah di musim covid-19, yaitu membangun rumah sakit jaringan Pertamina Jaya. Kemudian, program cashback alias pengembalian tunai kepada 10 ribu pengemudi ojek online (ojol) per hari untuk pembelian BBM jenis Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo.

Secara total, dana yang disisihkan Pertamina sebesar Rp250 miliar untuk membantu pemerintah menangani dampak penyebaran virus corona. "Saya melihatnya itu salah satu faktor kenapa Pertamina belum menurunkan harga BBM, walaupun harga minyak mentah dunia sudah turun," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (22/4).

Di luar penugasan itu, Pertamina sendiri menyimpan piutang subsidi pemerintah yang jumlahnya pun tidak sedikit. Mamit menghitung piutang Pertamina sekitar Rp75 triliun pada tahun lalu. "Kalau tidak salah, September 2019, pemerintah baru membayar Rp7 triliun untuk kompensasi tahun 2016," jelasnya.

Kedua, penjualan BBM Pertamina jatuh karena anjloknya permintaan. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati sempat menyebutkan penurunan penjualan BBM secara nasional mencapai 34,9 persen pada pertengahan bulan ini dibandingkan Januari-Februari.

Ketiga, tekanan pelemahan mata uang rupiah. Maklum, nilai tukar yang digunakan saat Pertamina impor minyak adalah dolar AS. Hingga kini, rupiah sudah terdepresiasi 11,55 persen sejak awal tahun menjadi Rp15.467 per dolar AS.

[Gambas:Video CNN]

"Ini juga (mungkin) yang jadi salah satu pertimbangan Pertamina untuk tidak turunkan harga BBM," imbuh Mamit.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro. Ia menuturkan setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100, maka implikasinya terhadap harga BBM kenaikan Rp100 per liter.

Dengan demikian, jika rupiah turun kurang lebih Rp1.000 dari asumsi APBN atau menjadi Rp14.400 ribu, maka seharusnya terjadi kenaikan BBM nonsubsidi Rp1.000 per liter. Tapi, formulasi harga tersebut masih harus memperhitungkan harga minyak mentah global.


BBM Layak Turun Harga

Meskipun banyak tantangan, baik Mamit maupun Komaidi, sepakat jika Pertamina sudah seharusnya menurunkan harga BBM nonsubsidi.

"Saya kira masih ada peluang turun paling tidak pada April. Kalau Pertamina evaluasi secara bulanan, Maret ini seharusnya ada penurunan, tapi Januari-Februari mungkin semestinya ada kenaikan, jadi yang Maret ada penurunan tapi ditahan," kata Komaidi.

Dalam kalkulasinya, Pertamina memiliki ruang menurunkan harga BBM nonsubsidi sebesar Rp1.800 per liter. Dengan perhitungan, setiap penurunan harga minyak US$1, maka ada ruang penurunan sebesar Rp100 per liter.

Sebagai indikator, Komaidi menggunakan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP). Pada Maret lalu, ICP tercatat jatuh 39,5 persen dari US$56,61 per barel menjadi US$34,23 per barel. Posisi itu lebih rendah US$28,77 dari asumsi ICP dalam APBN 2020, yakni US$63 per barel.

Jika dihitung dari selisih ICP Maret dibandingkan dengan asumsi APBN, maka terdapat potensi penurunan sebesar Rp2.877 per liter. Jumlah itu diperoleh dari selisih ICP Maret dibandingkan dengan asumsi APBN sebesar US$28,77 lalu dikalikan dengan Rp100 per barel, maka hasilnya Pertamina memiliki ruang penurunan sebesar Rp2.877 per liter.

Namun, potensi penurunan tersebut harus memperhitungkan kenaikan yang disebabkan pelemahan kurs sebagaimana dijelaskan sebelumnya, yaitu Rp1.000 per liter. Hasilnya, Pertamina memiliki ruang kenaikan kurang lebih Rp1.800 per liter.

"Itu perhitungan based on paper, kalau kebijakan kan pertimbangan macam-macam. Mungkin, pemerintah hanya ambil Rp1.000, lalu Rp800 untuk arus kas Pertamina membantu penanganan covid-19," imbuh Komaidi.

Sementara itu, Mamit mengatakan badan usaha menetapkan harga jual dalam satu bulan menggunakan acuan rata-rata harga Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus periode tanggal 25 pada dua bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24 satu bulan sebelumnya.

Ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.

"Dengan demikian, seharusnya awal Mei akan ada penurunan harga," ujarnya.

Menurutnya, jika pemerintah dan Pertamina hendak menyesuaikan harga, maka mereka harus betul-betul mempertimbangkan fluktuasi harga minyak. Jangan sampai, lanjut dia, jika harga minyak mulai merangkak naik, mereka justru kesulitan untuk mengembalikan harga keekonomian BBM.

Mamit sendiri meramal harga minyak makin murah ke depan. Bahkan, ICP di April nanti dapat menyentuh level US$30 per barel. Ia menjelaskan ICP menggunakan acuan Brent, bukannya WTI. Meski sama-sama merosot, fluktuasi Brent dinilai lebih stabil dibanding WTI.

"Jadi, tekanan dari masyarakat untuk turunkan harga BBM makin tinggi, semua orang akan minta harga turun," tutur dia.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyuarakan penurunan harga BBM. Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mendesak Pertamina dan pemerintah segera menurunkan harga BBM untuk mengurangi beban masyarakat di masa krisis corona.

Bahkan, ia mengusulkan harga BBM pada kisaran Rp4.000 per liter. "Orang rakyat sudah teriak, masa pemerintah masih kaku sih? Seharusnya, sekarang sudah Rp4.000 per liter," tukas Andre. (bir)

Let's block ads! (Why?)


https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMidGh0dHBzOi8vd3d3LmNubmluZG9uZXNpYS5jb20vZWtvbm9taS8yMDIwMDQyMjA4MjA0Ni04NS00OTU5MjEvYWRhLXBpdXRhbmctcGVydGFtaW5hLWRpLWJhbGlrLWhhcmFwYW4tYmJtLXR1cnVuLWhhcmdh0gEA?oc=5

2020-04-22 01:43:00Z
52782140383447

Bagikan Berita Ini

0 Response to "ANALISIS Ada Piutang Pertamina di Balik Harapan BBM Turun Harga Ekonomi • 1 jam yang lalu - CNN Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.